|
Perang pandan |
Perang pandan
Desa Tengenan mungkin anda sudah pernah mendengarnya adalah salah satu desa Bali, yang sering disebut Bali age, sering juga disebut sebut bali asli yang masih mempertahankan pola hidup secara tradisional desa ini terletak di kabupaten paling Timur pulau Bali, yaitu Karangasem, memiliki tradisi dan prosesi unik perang pandan yang juga dikenal dengan nama mekare-kare atau mageret pandan. Perang ini bukan untuk mencari pemenang juga tidaklah dilandasi kebencian atau permusuhan seperti layaknya perang yang sering terjadi yang ingin membinasakan lawan tapi karena masyarakat Tengenan memelihara tradisi turun temurun yang dilakukan untuk menghormati dewa perang yaitu dewa Indra. Lokasi
Tradisi perang pandan ini dilakukan di Desa Tenganan Dauh Tukad, kecamatan Manggis, kabupaten Karangasem, daerah Bali timur. Lokasinya sekitar 10 km dari objek wisata Candidasa, kurang lebih 80 km dari Kota Denpasar, bisa ditempuh sekitar 90 - 120 menit dengan kendaraan bermotor ke arah timur laut dari Kota Denpasar.
Hasil karya lain di Desa Tengenan
Selain tradisi unik perang pandan yang mengakibatkan desa Tengenan terkenal bahkan sampai ke luar negeri. Desa Tenganan juga mempunyai hasil karya seni yang unik, sangat cantik dan indah yaitu kain tenun gringsing yang proses pembuatanya sangat rumit, dibuat dalam jangka waktu yang cukup lama dan pembuatan warnanya dibuat dengan warna alami dari bahan tumbuh tumbuhan. Memang Tenganan sampai sekarang masih sangat konsisten mempertahankan tradisi-tradisi yang diwariskan turun temurun dari para leluhur, seperti tata cara kawin harus sesama warga setempat, besar, bentuk dan letak bangunan serta pekarangan, juga letak pura dibuat dengan mengikuti aturan adat yang secara turun-temurun dipertahankan, sehingga Tenganan akan menjadi salah satu objek untuk pengembangan desa wisata.
Prosesi perang pandan di desa Tengenan
Prosesi perang pandan atau mekare-kare di desa Tenganan, yang dilakukan turun temurun merupakan upacara untuk menghormati para leluhur dan juga Dewa Indra yang merupakan Dewa Perang, yang bertempur melawan Maya Denawa seorang raja keturunan raksasa yang sakti dan sewenang-wenang. Raja Maya Denawa menindas rakyat dan melarang masyarakat untuk menyembah dewa Indra sebagai dewa, maka terjadilah perang dan akhirnya dewa Indra mengalahkan maya denawa.
Kehidupan masyarat di Tenganan berbeda dengan kehidupan masyarakat lainnya di bali, dimana di Tengenan tidak mengenal perbedaan derajat atau kasta dan meyakini Dewa Indra sebagai dewa Perang dan dewa dari segala Dewa. Untuk menhormati Dewa Indra inilah mereka melakukan upacara perang Pandan.
Sebelum perang pandan ini dilakukan masyarakat melakukan sembahyang bersama di Pura desa. Upacara perang pandan di desa Tengenan ini, memakai senjata pandan berduri yang melambangkan sebuah gada yang dipakai berperang dan tameng yang dibuat dari anyaman rotan untuk menangkis serangan lawan.
Perang berhadapan satu lawan satu dan diikuti oleh para lelaki baik itu anak-anak, dewasa maupun orang tua, tapi untuk saat sekarang peserta yang ikut lebih banyak dari kalangan muda. Pakaian yang digunakan memakai pakaian adat Bali dengan bertelanjang dada.
Upacara perang pandan di desa Tengenan ini dirayakan pada bulan ke 5 kalender bali, selama 2 hari. Setiap pertarungan berjalan singkat sekitar 1 menit dilakukan bergiliran.
Walaupun akhirnya kulit mereka robek robek sampai mengeluarkan darah karena tertancap duri pandan sehabis perang pandan, wajah mereka tetap menyiratkan kegembiraan dan persaudaraan. Setelah selesai perang pandan mereka bersama-sama saling bantu untuk mencabuti duri pandan dan meberi obat berupa daun sirih dan kunyit, sama sekali tidak meninggalkan kesan permusuhan.
Transportasi
Transportasi ke desa Tengenan bisa menggunakan kendaraan pribadi atau kendaraan sewaan atau bisa juga mengikuti paket tour.